Situasi di Ambon
From: Henry Samuel
Salam dari Ambon yang masih rusuh juga.
Umat Kristen di Ambon pesimis terhadap usaha menghentikan kerusuhan,
karena begitu banyak kebohongan yang sengaja disebarkan.
Ditakutkan bahwa kebohongan demi kebohongan tersebut disebarkan untuk
membenarkan salah satu pihak yang bertikai, dan sekaligus memanaskan
umat yang merasa seiman dengan pihak tersebut, di seluruh tanah air.
Sangat disesalkan bahwa koran seperti Jawa Pos, telah merendahkan
martabat mereka dengan menipu seluruh bangsa dengan berita provokatif,
baik karena tidak lengkap, maupun karena tidak memiliki kebenaran.
Sangat disayangkan pula bahwa kebebasan pers yang lama diperjuangkan,
akhirnya disalah-gunakan di dalam era reformasi sekarang ini.
Coba telusuri berita Jawa Pos (JP), Minggu, 28 Februari 1999.
Di sana (JP) tidak dikatakan bahwa wanita yang dimaksudkan adalah
seorang ibu beragama Kristen yang pergi ke pasar di pagi hari,
karena percaya bahwa keadaan sudah dapat dikuasai aparat keamanan. Di
pasar, ibu ini sempat dipotong oleh beberapa orang Muslim, lalu dibawa
kepada aparat. Sesampainya di Mapolres, ibu ini kemudian dipukuli dengan
tuduhan membawa bom, padahal tidak terbukti.
Yang banyak disebutkan dengan istilah "penjarahan oleh warga nonmuslim"
adalah bahwa barang-barangnya dirusak, atau dibawa
keluar rumah dan dibakar. Hal yang sama terjadi dengan kios-kios yang
dibakar, tidak ada satupun barang yang diambil dan dibawa
pulang, tetapi dibakar bersama kiosnya. Dua kali ditemukan uang tunai
pecahan 50.000 di dalam karung beras (tanyakan diri sendiri untuk apa
uang sebanyak itu disimpan di rumah?) pada rumah warga
Muslim turunan Arab. Satunya dibakar, yang satunya dibiarkan
diambil oleh yang epunya, dengan pengawalan aparat.
Batu Merah dan Batu Merah Dalam adalah dua lokasi yang jauh berbeda.
Batu Merah adalah daerah Muslim yang sepenuhnya masih dikuasai
Muslim. Daerah sekitar adalah Mardika (Kristen) yang pertama kali
diserang dan dibakar oleh warga Baru Merah, 19 Januari lalu.
Sisi lain dari Batu Merah, agak di ketinggian adalah daerah "Galunggung"
, yang juga sepenuhnya dikuasai warga Muslim.
Apa mungkin ada yang mengungsi dari sana? JP telah menyebar dusta!
"Batu Merah Dalam" adalah daerah kecil Kristen yang kini hanya tinggal
beberapa rumah dan satu Gereja, karena telah diserang warga
Muslim Galunggung dan Batu Merah, mulai 23 Februari 1999, sekitar
jam 10.00 pagi.
Sekarang lihat, JP, 26 Februari 1999.
Di sana dilaporkan tentang korban yang berjatuhan "di sekitar kota
Ambon", tanpa menyebut korban dari pihak mana. Hal ini disamarkan
untuk menutupi hal yang sebenarnya, dan memberikan kesan seolah-
olah korban itu dari warga Muslim. Sementara itu hanya ada dua bom
yang dijatuhkan di Batu Merah Dalam.
Yang sebenarnya, Batu Merah Dalam sudah hancur diserang Muslim dari
Galunggung, Batu Merah, dan "dibantu aparat". Warga Kristen Batu
Merah Dalam yang meninggal dan luka-luka, tidak hanya disebabkan
oleh luka kena senjata tajam, tetapi juga luka karena "tembakan aparat".
Aparat (Kostrad Wirabuana, Ujung Pandang) malah masuk
ke dalam Gereja "Bethabara" di sana, dan menembak 23 orang (luka-luka),
untung pendetanya selamat dari peluru.
Yang disebutkan oleh Radio Nederland itu benar!! Bukti lain?
Kejadian di atas berekor dengan berbarisnya sekitar 500 pemuda Kristen,
dipimpin oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama (pendeta), menuju Mapolda
dan Makorem Maluku, dengan pernyataan dan tuntutan antara lain,
Satuan Kostrad Kodam VII,Wirabuana, Ujung Pandang supaya
ditarik dari Ambon, karena menembaki penduduk sipil Kristen
yang "diserang" di dalam Gereja.
Bila Geraja Bethabara dibakar, maka seluruh Mesjid di Ambon
akan habis dibakar.
Karyono tidak pantas dan tidak becus menjadi Kapolda Maluku
(oleh seorang pemuda Kristen yang merampas mikrofon dari
tangan Kapolda)
Mengapa peristiwa besar seperti ini tidak diliput JP?
Mengapa dikatakan " dan Batu Merah masih menyala"? Padahal yang
terbakar adalah "Batu Merah Dalam". JP ingin memberikan kesan
pada seluruh bangsa bahwa rumah-rumah Muslim di Batu Merah sudah
dibakar warga Kristen.
Peristiwa penembakan aparat seperti pada Batu Merah Dalam di atas,
terjadi sebelumnya di desa Kariu (pulau Haruku, tetapi tidak di
dalam Gereja),yang saat itu dikeroyok 11 desa Muslim, yang juga datang
dari Saparua dan Seram.
Hal ini berekor dilayangkannya surat penyesalan dari Badan Pekerja
Harian (BPH) Sinode GPM ke al. Kapolda, DanRem, Kapolri, Pangab,
Presiden, PGI,Dewan Geraja Sedunia (Swiss), Komisi HAM Internasional
(Den Haag, Belanda), yang al. Berbunyi,
- Sebagai Prajurut Sapta Marga, Kapolda tidak serius menangani
masalah pertikaian di Ambon/Maluku
- Janji perlindungan terhadap warga Kariu adalah janji bohong,
karena ketika ditelpon ketua Sinode GPM, pagi, 14 Februari 1999,
Kapolda mengatakan bahwa tidak akan terjadi penyerangan lagi
dan Gereja sudah dijaga aparat (20 rumah sudah terbakar).
Siangnya, sisa rumah dan Gereja di desa Kariu juga ikut dibakar,
padahal aparat sudah di sana (?)
Timbul lagi pertanyaan, "Mengapa JP tidak meliput kejadian tersebut?"
Sesudah JP, kini kita ikuti kebohongan Thamrin Ely, seorang tokoh MUI
di Maluku (Radio Nederland, 24 Februari 1999).
Mengapa Thamrin Ely tidak mengatakan bahwa penyerangan warga
Kristen dari beberapa desa di pulau Saparua, terhadap beberapa desa
Muslim di sana adalah balasan dari pengeroyokan 11 desa Muslim (termasuk
desa Muslim dari Saparua) terhadap desa Kariu (Kristen)
di pulau Haruku, dengan dibantu oleh aparat(?) Di sana, 10 pemuda desa
Hulaliu ditembak aparat dan seorang dipotong oleh seseorang
asal Buton (ketika telah jatuh tertembak), ketika hendak membantu Kariu
(5 meninggal)? Kami yakin, sebagai tokoh MUI, Thamrin Ely
tahu persis kejadian tersebut,tetapi sengaja menyembunyikannya.
Jika benar ada wanita hamil yang dipakasa melepas jilbabnya di
"Batu Merah", maka pemuda Kristen yang melakukannya pasti sangat berani,
atau gila, dan kini sudah almarhum. Batu Merah itu daerah Muslim yang
masih teguh berdiri! Pada saat itu, "Batu Merah
Dalam" lagi diserang warga Muslim Galunggung dan Batu Merah.
Jika peristiwa wanita berjilbab itu terjadi di "Batu Merah Dalam",
maka bukan jilbabnya yang dilepas, tetapi mungkin nyawanya.
Masakan ada wanita Muslim (hamil lagi) yang waras, mau lewat
daerah Kristen yang lagi dibom dan dibakar kaum seimannya?
Thamrin Ely Menyebar dusta!
Dusta-dusta semacam inilah yang tidak saja menghambat proses perdamaian,
tetapi malah membakar dan memperdalam kebencian dan dendam. Dusta lain
yang disebar adalah bahwa aparat juga menembak seorang Muslim di dalam
Mesjid. Penyebaran berita bohong ini dilakukan untuk mengimbangi
kejadian penembakan aparat di desa
Kariu dan Gereja Bethabara, sekaligus membakar amarah umat Muslim.
Hasilnya, hari itu, umat Muslim yang berpusat di Mesjid AlFatah
jadi berang dan akan mendemo Korem dan Polda(tak jadi dilakukan). Tadi
pagi, Kamis, 4 Februari 1999, hal ini diklarifikasi lewat
siaran RCTI, bahwa "pemuda Muslim tersebut ditembak aparat dan
dibawa ke Mesjid".
Berita terbakarnya daerah/kampung "Rinjani" juga disebarkan
sebagai "warga Kristen menyerang ketika Muslim lagi sholat subuh
di Mesjid". Padahal, "warga muslim yang lebih dulu menyerang
menuju Gereja Petra, dan sempat membakar 2 rumah milik warga
Kristen. Serangan ini kemudian dibalas oleh warga Kristen sekitar
Gereja Petra sehingga mengakibatkan terbakarnya rumah-rumah Muslim
di kampung Rinjani. Perlu dicatat bahwa asap terlihat mengepul
di udara, ketika orang-orang sudah ramai di jalanan yang diterangi
sinar Matahari pagi, sekitar jam 07.00 (sholat subuh pada jam
07.00?). Kalau suatu penyerangan sempat mengakibatkan kebakaran,
apalagi yang menyerang adalah warga Kristen, maka hal itu "terjadi
sangat cepat", sehingga belum sempat dicegah aparat (yang
cenderung memihak). Dengan demikian, adalah sangat tidak mungkin bahwa
penyerangan (atau lebih tepat disebut 'serangan balasan' (?) terjadi
pada saat sholat subuh.
Sampai saat ini, "tembak di tempat" hanya dilakukan aparat
terhadap umat Kristen, malah umat Kristen yang lagi diserang (mis. Batu
Merah Dalam dan Kariu). Beberapa aparat Brimob (Kristen)
yang menembaki pengeroyok desa Kariu, malah sudah "diamankan".
Kecenderungan aparat (Kostrad Wirabuana, PangDam VII sekarang
berasal desa Pelau (Islam), di p. Haruku), kembali terjadi sore
tadi, sekitar jam 16.00 wit., dekat Tugu Trikora dan Gereja Silo.
Seorang pemuda Kristen, ditusuk di bahu dan pinggangnya oleh
seorang pemuda Muslim, tepat di depan hidung aparat. Aparat tidak
menahan atau mengejar penikam yang Muslim (apalagi tembak di
tempat?)tetapi malah mengamankan pemuda Kristen yang tertikam.
Hal ini membuat pemuda Kristen di sekitar daerah Pohon Puleh
mengamuk, lalu aparat menembak gencar (untungnya masih ke atas).
Pemuda Kristen yang lain mencoba membalas dengan membakar Taman
Kanak-kanak Islam, tetapi hanya sofanya saja yang terbakar
(diatasi pemadam). Korban penikaman sempat diliput/difoto oleh beberapa
wartawan, dan kita tunggu apa beritanya yang benar
ditulis atau tidak.
Di dalam kemelut di sekitar Gereja Silo tersebut, sebuah becak
nekad 'nyelonong' di antara kerumunan masa.
Kuatir akan keselamatan pengemudi becak asal Buton tersebut,
becak itu ditahan oleh aparat. Tak disangka, ditemukan beberapa
bom ledak dan bom molotov (botol minyak tanah bersumbu), yang
ditaruh di bawah becak tersebut. Pengemudi becak lalu
"diamankan" aparat. Tindakan aparat selanjutnya terhadap
pembawa bom ini, "wallahualam" . Jangan bertanya, "Mengapa?",
jika kemudian ada apa-apa yang terjadi lagi dengan becak atau
pengemudinya yang lain. Kita hanya bisa menunggu dan berharap, semoga
berita ini disebar secara benar.
Bagaimana Ambon bisa tenang kembali? Warga Muslim cenderung
untuk "menyamakan skor", padahal mereka yang mulai duluan.
Setelah ikrar damai disosialisasikan, warga Muslim yang duluan
melanggarnya. Sementara itu, kita dihadapkan dengan aparat
Kostrad Kodam VII Wirabuana, Ujung Pandang, yang tidak memiliki
sifat-sifat prajurit TNI. Mereka cenderung seperti tentara
bayaran dengan fanatisme kedaerahan dan agama, dan dengan
tindakan-tindakan yang merendahkan martabatKodam VII Wirabuana,
khususnya, dan ABRI, umumnya.
Hal-hal di atas kemudian diperburuk lagi dengan penyebar-luasan
kebohongan oleh para wartawan dan beberapa surat kabar/tabloid,
untuk membangkitkan kemarahan dan kebencian umat Islam Indonesia
(hasilnya, lihat tayangan RCTI, Rabu-siang, 3 Maret 1999).
Sangat pula disayangkan bahwa seorang tokoh agama seperti Thamrin
Ely, yang dipercayakan untuk duduk di dalam suatu badan seperti Majelis
Ulama (MUI), ternyata menyatakan dirinya sebagai 'tidak
layak' untuk disebut 'pengasuh' atau 'panutan', tetapi sebagai
'pembohong' dan 'penghasut'.
Orang-orang yang bijak akan "mau dan bisa" menyadari bahwa
"kita semua sedang diadu dari atas" dan "ditipu serta dipanasi
dari bawah!"
Sadarlah selagi hari masih pagi.
Tuhan Yesus akan menolong kita semua.
Persekutuan Kasih Pemuda Kristen